Rabu, 04 Januari 2017

Mensejahterakan Ummat Melalui Masjid





Adab Seorang Muslim di Dalam Masjid
Ketika seorang muslim hendak masuk masjid, dia mendahulukan kaki kanan seraya mengucapkan salam atau shalawat atas Nabi lalu membaca doa yang dituntunkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, seperti doa,
اللَّهُمَّ افْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ
“Ya Allah, bukakan bagiku pintupintu rahmat-Mu.” Apabila hendak keluar masjid, didahulukan kaki kiri lalu membaca salam atau shalawat atas Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan doa:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikan-Mu/ tambahan nikmat-Mu.”
Doa di atas sangat tepat. Kala seseorang hendak masuk masjid, ia memohon rahmat Allah Subhanahu wata’ala karena akan menyibukkan diri dengan ibadah yang mendekatkan dirinya kepada Allah Subhanahu wata’ala, pahala dan surga-Nya. Ketika akan keluar, dia memohon kepada Allah Subhanahu wata’ala tambahan rezeki-Nya karena dia akan menjalani aktivitas duniawi.

Yang diinginkan dari hadits ini adalah orang yang masuk masjid agar tidak duduk sampai ia shalat terlebih dahulu. Jadi, apabila ia masuk masjid lalu shalat sunnah qabliyah atau shalat wajib yang akan dia lakukan, hal itu telah mencukupinya sehingga tidak perlu shalat tahiyyatul masjid. Demikian pula apabila ia masuk dalam kondisi iqamat telah dikumandangkan, shalat fardhu yang ada telah mencukupinya dari shalat tahiyyatul masjid. (lihat Fatawa al-Lajnah ad-Daimah 7/270).
Apabila telah berada di masjid, hendaknya dia menyibukkan diri dengan ibadah-ibadah yang disyariatkan, seperti zikir, membaca al-Qur’an, mempelajari ilmu, dan yang lainnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda ketika menasihati seorang badui yang kencing di masjid, “Sesungguhnya masjidmasjid ini tidak boleh dikencingi dan dikotori. Ia tidak lain (tempat) untuk berzikir kepada Allah Subhanahu wata’ala, shalat, dan membaca al-Qur’an.” (Shahih Muslim no. 285 dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu).
الدُّعَاءُ ل يُرَدُّ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ
Orang yang duduk menanti dikumandangkan iqamat alangkah bagusnya apabila dia berdoa karena saat itu adalah waktu yang mustajab. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,


“Doa antara azan dan iqamat tidak ditolak (oleh Allah Subhanahu wata’ala).” (Shahih Sunan at-Tirmidzi 1/133 no. 212).
 





Beberapa Adab Lain di Dalam Masjid

1. Dilarang bermain-main di masjid selain permainan yang mengandung bentuk melatih ketangkasan dalam perang.
Hal ini sebagaimana dahulu orangorang Habasyah bermain perangperangan di masjid dan tidak dilarang oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. (lihat Shahih al-Bukhari no. 454)
2. Dibolehkan tidur di masjid.
Sebab, dahulu di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagian sahabat tidur di masjid, misalnya Ali bin Abi Thalib, Ibnu Umar, dan yang lainnya .
3. Dibolehkan makan di masjid dengan memerhatikan adab-adabnya dan tidak mengotori masjid.
4. Diharamkan lewat di depan orang yang shalat, yakni antara orang yang shalat dan sutrah (pembatas) yang di hadapannya. (lihat Shahih al-Bukhari no. 510)
5. Apabila Anda shalat menghadap sutrah lalu ada orang ingin melewatinya, hendaknya ia dicegah. Apabila dia tetap memaksa untuk melewatinya, boleh didorong. (lihat Shahih al-Bukhari no.509)
6. Tidak shalat di antara dua tiang saat shalat berjamaah karena tiangtiang itu memutus shaf (barisan) shalat, sedangkan merapikan shaf adalah perkara yang diperintahkan.
Adapun apabila shalat sunnah sendirian, boleh baginya shalat di antara dua tiang sebagaimana dahulu Nabi n shalat sunnah di dalam Ka’bah berdiri di antara dua tiang. (lihat Shahih al- Bukhari no. 505)
Demikianlah sebagian adab yang semestinya diperhatikan oleh seorang muslim ketika berada dalam masjid. Kami mengajak para pembaca untuk menelaah kitab-kitab hadits yang berkaitan dengan adab-adab dalam masjid. Ada sebuah kitab bagus yang ditulis oleh al-Imam az-Zarkasyi asy-Syafi’i yang berkaitan dengan hukum-hukum masjid dengan judul I’lamus Sajid bi Ahkamil Masajid. Demikianlah, semoga ulasan singkat ini bermanfaat.


                                                      






TATA CARA SHOLAT DHUHA & KEUTAMAANNYA

Sholat Dhuha dilakukan dalam satuan dua rokaat satu kali salam, sementara itu untuk berapa jumlah maksimal mengenai Sholat Dhuha ini pendapat dari masing-masing ulama berbeda-beda, ada yang mengatakan maksimal 8 rokaat,ada yang maksimal 12 rokaat, dan  ada juga yang berpendapat tidak ada batasan mengenai jumlah rokaatnya.  Mengenai hal tersebut , kita tidak perlu ikut pusing memikirkan mengenai berapa jumlah maksimal rokaat untuk melakukan Sholah Dhuha, dikarenakan ALLAH SWT tidak pernah melarang hambanya untuk banyak banyak beribadah kepadanya, jadi lakukanlah semampu kita.

Tata Cara Menjalankan Sholat Dhuha

  1. Yang pertama kita lakukan adalah niat Sholat Dhuha, seperti ini bacaanya: Ushallii sunnatadh-dhuhaa rak’ataini lillaahi ta’aalaa . “artinya : Aku niat Sholat Dhuha 2 rokaat karena ALLAH”
  2. Setelah membaca niat seperti yang diatas, lalu baca takbir,
  3. Membaca surat Al Fatihah
  4. Membaca satu surat didalam Alqur’an, alangkah baiknya rokaat pertama membaca surat Asy-Syam dan rokaat kedua surat Al Lail
  5. Ruku’ sambil membaca tasbih sebanyak 3x
  6. I’tidal serta mambaca bacaanya
  7. Sujud pertama dan membaca tasbih tiga kali
  8. Duduk diantara dua sujud serta membaca bacaanya
  9. Sejud kedua dan membaca tasbih tiga kali
  10. Setelah rokaat pertama selesai , lakukan rokaat kedua sebagaimana cara diatas.
  11. Kemudian tasyahud akhir setelah selesai maka membaca salam dua kali.  Dan rokaat rokaat selanjutanya dilakukan sama seperti contoh diatas.
BULAN SAFAR
BULAN Safar, yaitu bulan kedua setelah Muharam dalam kalendar Islam (Hijriyah) yang berdasarkan tahun Qamariyah (perkiraan bulan mengelilingi bumi). Safar artinya kosong atau nol. Dinamakan Safar karena dalam bulan ini orang-orang Arab dulu sering meninggalkan rumah untuk menyerang musuh.Telah menjadi kepercayaan keliru oleh sebagian umat bahwa Safar adalah bulan sial atau bulan bencana. Padahal, mitos Safar bulan sial ini sebenarnya sudah dibantah oleh Rasulullah Muhammad saw yang menyatakan bahwa bulan Safar bukanlah bulan sial.Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah Saw bersabda, “Tidak ada penyakit menular (yang berlaku tanpa izin Allah), tidak ada buruk sangka pada sesuatu kejadian, tidak ada malang pada burung hantu, dan tidak ada bala (bencana) pada bulan Safar (seperti yang dipercayai).”Rasulullah Saw juga bersabda: “Tidak ada wabah dan tidak ada keburukan binatang terbang dan tiada kesialan bulan Safar dan larilah (jauhkan diri) daripada penyakit kusta sebagaimana kamu melarikan diri dari seekor singa” (HR. Bukhari).Dalam sejarah Islam, bulan shafar menempatkan peristiwa-peristiwa penting yang berkaitan dengan perkembangan Islam dari zaman Rasulullah hingga kejayaan dan keruntuhunnya. Berikut 11 peristiwa penting di bulan Safar.

1. Pernikahan Rasulullah saw dengan Khadijah binti Khuwailid Menurut beberapa sumber Rasulullah saw menikahi khadijah rha pada bulan Shafar. Menurut Sirah Nabawiyah yang ditulis oleh Syeikh Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri Rasulullah muda menikahi khadijah atas prakarsa Nafisah binti Munabbih. Mahar yang diberikan Rasulullah saw berupa unta 20 ekor dengan jarak usia lebih tua khadijah 15 tahun.
2. Peristiwa Perang Al-Abwa
Dalam Zaadul Maad Peristiwa ini terjadi pada bulan Shafar tahun ke 12 Hijrah. Perang Al Abwa disebut pula dengan Perang Waddaan. Pembawa panji perang saat itu Hamzah bin Abdul Muthalib. Ketika itu panji yang dibawa berwarna putih. Kepemimpinan kota Madinah sementara waktu diserahkan kepada Saad bin Ubadah. Perang ini Dilakukan khusus untuk menyergap kafilah Quraisy namun tidak membuahkan hasil.
Pada peristiwa ini Nabi berpesan kepada Makhsyi bin Amr adh-Dhamari, yang merupakan pemimpin Bani Dhamrah kala itu, untuk tidak saling berperang dan tidak membantu lawan. Perjanjian dibuat tertulis. Itu berlangsung selama lima belas malam.
3. Tragedi Ar Raji’
Pada tahun 3 H bulan Shafar datanglah kepada Nabi saw kaum dari Bani ‘Adhal dan al-Qaaroh dan menyatakan bahwa mereka masuk Islam. Dalam Zaadul Maad dikisahkan Kedua kabilah itu meminta dikirim orang-orang yang dapat mengajarkan mereka tentang Islam dan membacakan kepada mereka al-Quran. Nabi saw mengutus kepada mereka enam orang. -Ibnu Ishaq dan al-Bukhari menyebutkan: sepuluh orang.- yang dipimpin oleh Mursyid bin Abi Mursyid al-Ghanawi, yang salah satunya Khabib bin Adi. Namun, ketika rombongan sampai pada suatu tempat bernama Ar Raji’ dua kabilah tersebut berkhianat. Para utusan Islam dibantai dengan dibantu oleh kabilah Hudzail dan menawan Khabib bin Adi dan Zaid bin ad-Datsiah. Kemudian keduanya dijual di Mekkah. Mereka berdualah yang nantinya membunuh tetua kabilah Hudzail pada perang Badar.
4. Tragedi Bi’ir Ma’unah
Peristiwa Bi’ir Ma’unah terjadi pada bulan Shafar tahun 4 H selang beberapa saat setelah tragedi Ar Raji’. Diceritakan dalam Hayat Muhammad karya M Husain Haikal pada waktu itu Rasulullah saw menawarkan keIslaman kepada Abu Bara’ Amr bin Malik. Namun Abu Bara’menolak dengan halus. Kemudian ia menawarkan kepada Rasulullah saw agar mengutus sahabatnya ke Najd untuk mengajak kaum Najd memeluk Islam. Atas jaminan dari Abu Bara’ Rasulullah saw kemudian mengutus Al Mundhir bin Amr dari Bani Sa’idah beserta 40 sahabat pilihan menuju Najd.

Ketika sampai di Bi’ir Ma’unah Para utusan berhenti dan mengutus Haram bin Milhan membawa dari Rasulullah kepada Amir bin Thufail. Namun surat itu tidak dibaca Amr, bahkan Amr membunuh Haram bin Milhan. Kemudian Amir bin Thufail meminta bantuan kabilah Bani Amir yang akhirnya ditolaknya karena ada jaminan perlindungan (suaka) dari Abu Bara’. Amir Bin Thufail kemudian mengajak kabilah Bani Sulaim dan mendapat sambutan. Pecahlah pertempuran antara Amir dan sekutunya dengan utusan Rasululah, akhirnya semua utusan terbunuh kecuali Ka’ab bin Zaid bin an-Najjar walaupun terluka dan bergelimpangan bersama jasad-jasad lain. Dia hidup hingga gugur pada peristiwa perang Khandak.
Pada pertempuran ini terbunuh pula ketua utusan Mundzir bin Uqbah bin Aamir sedangkan Amr bin Amiah adh-Dhamari ditawan. Ketika tahu bahwa Amr dari kabilah Mudhar, Aamir memotong rambut dahinya (jambulnya) dan membebaskannya dengan jaminan yang ada pada Amiah.
Amr bin Amiahpun kembali ke Madinah. Ketika sampai di Qorqorah di Sodr Qonaah (nama tempat) dia berteduh di sebuah pohon. Pada saat yang sama datanglah dua orang dari Bani Kilaab turut berteduh bersamanya. Manakala kedua orang dari bani Kilaab tertidur, Amr membunuh keduanya. Amr merasa sedikit telah membalaskan apa yang telah dilakukan terhadap para sahabatnya. Tetapi ayalnya, ternyata kedua orang yang dibunuh itu telah memiliki perjanjian dengan Rasulullah saw, dan dia tidak menyadarinya. Ketika sampai di Madinah Amr mengabarkan apa yang terjadi kepada Rasulullah saw dan apa yang dia lakukan terhadap dua orang dari Bani Kilaab.


5. Kemengan Perang Khaibar
Menurut Ibnu Qayim Al Jauziyah dalam Zaadul Maad Sesungguhnya keluarnya Rasulullah r ke Khaibar adalah di akhir bulan Muharram, bukan permulaannya. Fath (kemenangannya) adalah di bulan Shafar.
Perang Khaibar merupakan peperangan kaum muslimin dengan Yahudi di Khaibar karena bersekutu denga Raja Hiraklius. Kaum Muslimin menaklukkan sebuag benteng yang berlapis dengan membutuhkan waktu berhari-hari untuk mengepung dan menembus masuk ke bentng tersebut.
6. Peristiwa Pengepungan di Khats’am
Peristiwan ini jatuh pada bulan Shafar tahun 9 H. Ibnu Mas’ud berkata, “Mereka menceritakan:
Rasulullah saw mengutus Qutbah bin Aamir dengan dua puluh orang ke distrik dari wilayah Khast’am pinggiran Tabbaalah. Nabi memerintahkannya untuk mengepung tempat itu. Merekapun keluar dengan berbekal sepuluh onta. Mereka manawan seorang lelaki dan menginterogasinya. Tetapi bahasa orang itu tidak dapat dimengerti dan dia berteriak-teriak. Karena membahayakan merekapun memenggal lehernya. Ketika penduduk al-Hadiroh telah tertidur lelap, pengepunganpun dilakukan, sehingga terjadilah pertempuran yang sengit, banyak yang terluka dari kedua belah pihak. Qutbah bin Aamir memerangi siapa saja yang melawan. Ternak, wanita dan apapun yang bisa dibawa digiring ke Madinah. Dikisahkan bahwa lawan berkumpul untuk menyusul dan mengikuti jejak mereka, tetapi Allah swt mengirim banjir bandang yang mencegat mereka untuk bisa sampai kepada para sahabat dan apa yang mereka bawa. Kaum itu hanya bisa menatap hingga rombongan menghilang dari pandangan mereka, tidak dapat menyeberang (Zaadul Maad).
7. Masuk Islamnya Bani Udzrah
Bani Udzrah adalah salah satu bani yang mempunyai garis keturunan sampai kepada Qushai salah satu kakek Rasulullah saw. Pada waktu itu datang kepada Rasulullah utusan dari Udzroh pada bulan Shafar, tahun kesembilan sebanyak dua belas orang. Di antaranya Jumroh bin an-Nu’maan. Mereka menyatakan diri memeluk Islam. Rasulullah saw kemudian menceritakan kepada mereka akan datangnya kemenangan atas Syam dan diperanginya Hiraklius hingga akhir imperiumnya.
8. Pengangkatan Usamah Bin Zaid
Pada bulan safar Rasulullah mempersiapkan kaum muslimin untuk berperang. Pasukan kaum muslimin yang berjumlah 3000 ribu dan didalamnya terdapat banyak sahabat. Rasulullah memerintahkan untuk berangkat ke tanah al-Balqa yang berada di Syam, persisnya tempat gugur (syahidnya) Zaid bin Haritsah. Keesokan hari, 29 Safar tahun 11 H atau 24 Mei 632 Rasululllah memanggil Usamah bin Zaid supaya menghadap beliau. Setelah Usamah menghadap, Nabi mengangkatnya menjadi panglima perang untuk memimpin pasukan yang akan diberangkatkan itu.
Nabi bersabda, “Pergilah kamu ke tempat terbunuhnya bapakmu, injaklah mereka dengan kuda. Aku menyerahkan pimpinan ini kepadamu, maka perangilah penduduk Ubna pada pagi hari dan bakarlah (hancur binasakanlah) mereka. Cepatlah kamu berangkat, sebelum berita ini terdengar oleh mereka. Jika Allah memberi kemenangan kepadamu atas mereka, janganlah kamu berlama-lama bersama mereka. Bawalah bersamamu petunjuk-petunjuk jalan dan dahulukanlah mata-matamu.”
Usamah Bin Zaid adalah sahabat Rasulullah saw yang masih belia usianya. Dikatakan belia karena usia Usamah ketika diangkat menjadi panglima perang belum mencapai 20 tahun. Usamah diangkat menjadi panglima perang sudah dalam kondisi menikah dan siap perang.




Keistimewaan-Keistimewaan Al-Qur'an



Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Rasul kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, dimulai dengan surat al-Fatihan dan ditutup dengan surat an-Nas, bernilai ibadah bagi siapa yang membacanya, berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:

مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ

Barangsiapa yang membaca satu huruf dari al-Qur’an maka baginya satu kebaikan dan setiap kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat. Saya tidak mengatakan
الــم ialah satu huruf, akan tetapi ا satu huruf, ل satu huruf dan م satu huruf. [HR. Bukhari].
1. Tidak sah shalat seseorang kecuali dengan membaca sebagian ayat al-Qur’an (yaitu surat Al-Fatihah-Red) berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ

"Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca surat al-Fatihah". [HR. Bukhari-Muslim]

2. Al-Qur’an terpelihara dari tahrif (perubahan) dan tabdil (penggantian) sesuai dengan firman Allah Azza wa Jalla :

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya". [al-Hijr:9]

Adapun kitab-kitab samawi lainnya seperti Taurat dan Injil telah banyak dirubah oleh pemeluknya.

3. Al-Qur’an terjaga dari pertentangan/kontrakdiksi (apa yang ada di dalamnya) sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

أَفَلاَ يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْءَانَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلاَفاً كَثِيرًا

"Maka apakah mereka tidak memperhatikan Alquran? Kalau kiranya Alquran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapatkan pertentangan yang banyak di dalamnya". [an-Nisa’: 82]

4. Al-Qur’an mudah untuk dihafal berdasarkan firman Allah:

وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْءَانَ لِلذِّكْرِ

"Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan al-Qur'an untuk pelajaran". [al-Qamar: 32]

5. Al-Qur’an merupakan mu’jizat dan tidak seorangpun mampu untuk mendatangkan yang semisalnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menantang orang Arab (kafir Quraisy) untuk mendatangkan semisalnya, maka mereka menyerah (tidak mampu). Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِّثْلِهِ

"Atau (patutkah) mereka mengatakan: "Muhammad membuat-buatnya". Katakanlah: "(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya ... ". [Yunus: 38]




Mutiara Al-Qur’an surah al-Hujurat ayat 10 - 13
 10.  Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.
11.  Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri[1409] dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman[1410] dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.
12.  Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
13.  Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Hasil diskusi :
Dari ayat yang di atas bahwa jangan mencela dirimu sendiri maksudnya ialah mencela antara sesama mukmin karana orang-orang mukmin seperti satu tubuh. Panggilan yang buruk ialah gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti panggilan kepada orang yang sudah beriman, dengan panggilan seperti: Hai fasik, Hai kafir dan sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar